Thursday, January 24, 2013

Cerita tentang Yakuza 1

Ini pengalaman saya pertama kali bertemu dengan Yakuza.

Semenjak saya di Jepang, saya belum bertemu dengan teman istri saya yang bernama Agu chan, yang tahun lalu datang ke Bali untuk menghadiri pernikahan kami. Karena itu, semalam kami membuat janji dengan Agu chan untuk bertemu dan makan malam bersama di sebuah yakitori restoran. Sesampai di restoran Agu chan menelepon temannya lebih tepatnya mantan pacarnya yang bernama Ichi kun, yang katanya penasaran dan ingin bertemu dengan saya, karena foto pernikahan kami pernah Agu chan perlihatkan kepada Ichi kun. Meskipun telah putus, mereka masih berhubungan baik dan bahkan sering makan bersama di restoran untuk sekedar mengobrol. Setelah memesan menu yakitori yang begitu banyak macamnya, Ichi kun pun datang.

Saya langsung berkata," Hajime mashite".

Tiba-tiba dia mengulurkan tangan dan menjabat tangan saya dan berkata, "Nice to meet you".

Karena selama saya di Jepang, saya tidak pernah menemukan orang Jepang yang bisa bahasa Inggris, saya pun sedikit kaget karena Ichi kun pintar berbicara dengan bahasa Inggris. Makanan pun datang, 3 gelas bir dan 1 gelas teh pun datang,

Ichi kun pun bertanya kepada istri saya, "Kenapa tidak minum bir?",

istri saya pun menjawab, "Oh, karena saya nyetir mobil".

Sekedar informasi, di Jepang orang yang minum minuman beralkohol dilarang menyetir mobil, kalau ketahuan polisi bisa di denda dan Surat Izin Mengemudi (SIM) bisa dicabut ijinnya sehingga tidak bisa nyetir untuk beberapa bulan bahkan tahun.

Istri saya pun bertanya, "Lho, Ichi kun ke sini naik mobil kan?"

Ichi kun pun menjawab, "iya saya bawa mobil, tetapi tidak apa-apa karena saya kuat minum, nyetir pun handal sehingga polisi tidak tahu kalau saya minum".

Meskipun ada alat untuk mengukur kadar alkohol di dalam tubuh yang selalu polisi bawa, saya berprasangka kalau cara nyetir mobil handal pasti tidak di stop polisi untuk di tes kadar alkohol di dalam tubuh.

Sambil makan dan minum kami bercengkerama panjang lebar dan saling bertukar nomor telepon. Ternyata waktu kecil Ichi kun pernah tinggal di Australia, dan pernah datang ke Bali untuk bertamasya dan bermain surfing. Perawakan Ichi kun memang berbadan besar dan keren sekali, seperti atlit. Kesan saya pertama bertemu dengan Ichi kun, "orang ini menakutkan". Hal ini disebabkan karena Ichi kun berbadan besar dan suaranya yang kuat dan tegas. Tetapi setelah bercengkerama panjang lebar dengan Ichi kun, rasanya menyenangkan. Dia tidak pernah membiarkan gelas bir saya kosong, dan makanan pun selalu disodorkan ke piring saya. Setelah minum beberapa gelas,  Agu chan pun bertanya kepada Ichi kun

"Bilang ke Rei kun (penulis), boleh tidak ya?",

Ichi kun pun menjawab, "Boleh-boleh saja".

Agu chan pun bercerita kalau sebenarnya Ichi kun itu mantan mafia Jepang,

Saya pun bilang, "Yakuza?".

Agu chan pun berkata, "Iya, benar Yakuza, tapi itu dulu sekarang dia sudah berhenti".

Saya pun jadi semakin tertarik dengan Ichi kun dan bertanya, "Berarti Ichi kun punya tato di sekujur tubuh donk?.

"Iya punya", jawab Ichi kun sambil memendekkan lengan baju dan memperlihatkan perut dan dadanya yang penuh dengan tato.

"WOW, Kerennnn", kata saya.

Saya bukannya takut, tetapi malah merasa beruntung karena baru dua bulan saya di Jepang saya punya teman mantan Yakuza. Sayapun teringat dorama Jepang tentang Yakuza yang berjudul My Boss My Hero yang dibintangi Nagase Tomoya.

Sontak saya pun berkata, "ANIKI", yang berarti kakak tertua.

Ichi kun pun sedikit kaget, sambil tertawa "Benar, saya Aniki.. hahaha".

Di dunia yakuza,  setiap anggota semua dianggap saudara dan memanggil sebutan kakak untuk orang yang lebih tua dan Boss untuk pimpinan yakuza.

Handphone Ichi kun pun berbunyi, katanya ada kakak Ichi kun yang akan datang untuk makan bersama dan minum bersama kami.

"Rei kun, ayo makan yang banyak dan minum yang banyak", kata Ichi kun.

Karena jari Ichi kun masih lengkap, saya pun bertanya, "Apakah tradisi potong jari untuk orang yang melakukan kesalahan atau melanggar janji itu masih ada sampai sekarang?"

"Oh, itu. Saya melakukannya". jawab Ichi kun, yang maksudnya dulu dia yang memotong jari-jari tangan orang.

"Misalnya, kalau Rei kun berjanji lalu tidak menepatinya, maka jari Rei kun akan dipotong", kata Ichi kun.

"Oh begitu ya, kalau 10 jari sudah abis, terus masih melanggar apa berlanjut ke jari kaki".

"Oh, kalau 10 jari sudah habis ya, sudah habis nyawamu, alias dibunuh. Tetapi potong jari itu tidak satu jari, melainkan satu ruas jari, tergantung kesalahanmu, misalnya kalau kamu berselingkuh dengan istri anggota yakuza, maka satu ruas jari tengahmu akan dipotong", kata Ichi kun.

Pintu restoran pun terbuka, sosok laki-laki  berumur sekitar 40 tahunan pun muncul dan bergabung bersama kami.

Saya pun bilang, "Hajime mashite".

Sontan Aguri chan berkata, "Rei kun, orang ini adalah yakuza lho. Yakuza jaman sekarang".

"Masa, beneran nih?".

Agu chan pun meminta teman Ichi-kun untuk menunjukkankannya.
Teman Ichi-kun yang kami panggil oniichan (berarti kakak laki-laki) pun, memperlihat jari-jarinya yang telah terputus dan tato di badannya.  Saya pun terpesona dan merasa begitu beruntungnya saya hari ini karena bukan hanya mantan Yakuza saya temui, tetapi Yakuza yang sesungguhnya pun saya temui. Saya tidak menyangka kalau Oniichan itu yakuza, karena kesan saya pertama kali melihatnya, sama sekali tidak menakutkan seperti pertama kali saya melihat Ichi kun, tampangnya seperti seorang komedian yang lucu.

Sambil makan dan minum, kami berempat pun bercengkerama panjang lebar, dan saya seringkali pergi ke toilet karena sudah terlalu banyak minum bir dan karena mulai merasa mengantuk, dan mual saya pun berhenti minum.
Tak terasa waktu telah berlalu, kami pun keluar restoran dan berpisah dengan Oniichan. Bukannya pulang kami malah pindah ke sebuah restoran lain untuk minum dan makan bersama lagi. Di dalam mobil, saya pun menerima amplop hadiah perkenalan dari Ichi-kun yang mulai saat itu saya panggil ANIKI.

Saya pun bertanya, "Ini apa?"

"Uang", jawab Aniki dengan tegas.

"Aduh, saya tidak bisa terima uang"

"Bercanda kok, itu teh Jepang", kata Aniki.

Aniki-pun memarkir mobilnya, diikuti pula dengan istri saya. Setelah menyerahkan hadiah perkenalan kepada istri saya, kamipun masuk ke dalam restoran. Aniki pun memesan makanan dan minuman, karena saya merasa sudah mual dan tidak bisa minum lagi, saya memesan air putih panas. Setelah makanan dan minuman datang ke meja, entah mengapa kepala saya merasa berat dan akhirnya saya merebahkan kepala saya di meja. Saya sangat salut dengan Agu chan dan Aniki yang begitu kuat minum, dan mengakui kekalahan saya. Selang beberapa lama, saya pun ke toilet dan mengeluarkan cairan alias muntah. Ini pertama kalinya saya mabuk berat di Jepang.
Akhirnya kami keluar dari restoran, dan menuju tempat parkir untuk pulang. Saya melihat Agu chan berjalan sedikit sempoyongan, tetapi saya tidak melihat Aniki berjalan sempoyongan. "Kuat benar orang ini", kata saya dalam hati. Kami pun pulang ke rumah kami masing-masing.

Di hari berikutnya, pada waktu saya kerja, saya menerima telepon dari Aniki.

"Rei kun, kamu tidak apa-apa, kemarin banyak minum ya".

"Oh, tidak apa-apa, sekarang baik-baik saja"

"Baguslah kalau begitu, sekarang lagi kerja ya? Nanti kalau ada waktu kita keluar sama-sama ya" kata Aniki.

"Oh iya, tentu saja", kata saya.



BERSAMBUNG