Thursday, August 13, 2015

Budaya bunuh diri Jepang

Budaya bunuh diri di Jepang sudah ada sejak jaman dulu kala dan masih mendarah daging hingga sekarang.

Mengapa ada budaya yang negatif seperti itu?
Budaya negatif? Tidak juga, karena negatif atau positif itu tergantung dari sudut pandang mana...


Bukankah itu bertentangan dengan agama?
Agama? Tergantung juga pada apa hal yang diyakini dan dipegang teguh seseorang...

Bunuh diri = tidak bermoral?
Menurut saya bunuh diri bukan masalah moral, tetapi masalah mental seseorang.

Di Jepang, budaya bunuh diri lahir berawal dari semboyan atau prinsip hidup yang sangat keras, yaitu MENANG atau KALAH. Bila kalah maka harga diri mereka menjadi sangat rendah sehingga harus berakhir dengan kematian.


Berawal dari para Samurai yang bila mengalami kekalahan mereka mengadakan ritual Seppuku atau Harakiri (menusuk dengan katana pendek dan membelah perut sendiri hingga mati).

Tindakan ini biasanya dilakukan karena alasan harga diri, tanggung jawab karena gagal dalam tugas, kalah dalam peperangan sehingga sebelum dipermalukan karena akan ditangkap oleh pihak musuh, para pemimpinnya umum melakukan tindakan bunuh diri.

Seppuku dalam kondisi terdesak bisa dilakukan dengan instan, namun dalam kasus standard, umumnya dilakukan dengan ritual yang cukup panjang. Pelaku seppuku akan melakukannya dalam kondisi bersih, baik badan dengan cara mandi maupun pakaian yang serba putih.

Ritual ini tidak dilakukan seorang diri namun disaksikan oleh sejumlah orang serta di belakang pelaku juga berdiri seorang asistent yang bertugas untuk memenggal kepala si korban untuk menghindari penderitaan yang berkepanjangan !


Pada perang dunia kedua,

Para pilot pesawat melakukan Kamikaze dengan menabrakkan pesawatnya ke kapal Amerika di Pearl Harbour demi kemenangan, dan ketika Jepang menyerah kepada Amerika banyak tentara Jepang yang melakukan bunuh diri khususnya para petinggi militer atau sebagian yang tidak melakukan bunuh diri tidak kembali ke negara Jepang karena Malu.


Di jaman sekarang pun masih ada

The Deputy Mayor of Kobe yang bunuh diri karena merasa tidak mampu menjalankan tugas pemulihan kota Kobe pasca gempa bumi hebat tahun 1995.

Pejabat negara bunuh diri karena kasus korupsinya terbongkar. Contoh paling populer adalah yang dilakukan oleh Menteri Pertanian Jepang di tahun 2007, karena tersandung kasus korupsi. Kasus ini kemudian menyeret Kepala Mantan Green Resource Agency yang akhirnya juga memutuskan untuk mengambil jalan pintas untuk menyusul rekannya.


Dan akhir-akhir inipun motif bunuh diri menjadi beragam, seperti :
  • Kehilangan pekerjaan 
  • Usaha bangkrut 
  • Hutang piutang 
  • Gangguan kesehatan 
  • Masalah tekanan di lingkungan kerja 
  • Pergaulan dan masalah di lingkungan sekolah. 
  • Ijime atau bullying 
Khusus untuk motif bagian terakhir yaitu Ijime umumnya menimpa golongan pelajar atau anak anak. Ijime kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih "diganggu, diejek, di olok olok atau diteror secara mental oleh orang lain" Orang lain yang dimaksud dalam hal ini umumnya adalah teman sendiri, kakak kelas atau bahkan guru pembimbing.


Menabrakkan diri adalah salah satu cara favorit

Melompat dari gedung tinggi, menabrakkan diri dengan kereta yang sedang melaju, menutup semua pintu mobil dan menghubungkan saluran knalpot kedalamnya adalah beberapa cara bunuh diri yang umum dilakukan disamping cara lain yang lebih konvesional yaitu gantung diri.

Selain "media favorit" seperti disebutkan di atas, ada juga "tempat fovorit" untuk melakukannya. Untuk kasus menabrakkan diri ke kereta api, jalur kereta api jurusan Chuo (Chuo Line) di Tokyo merupakan jalur kereta yang paling banyak dipilih, kemudian untuk area luar kota mereka sepakat memilih hutan Aokigahara yang terletak di kaki gunung Fuji !

Data tahun 1988, 1999 dan 2002 tercatat 30, 74 dan 78 kasus yang berarti terus meningkat dan semakin menjadikannya sebagai "tempat terfavorit untuk bunuh diri "dari tahun ke tahun.


Keluarga tetap harus bayar

Bunuh diri umumnya berarti menghilangkan nyawa diri sendiri. Segala beban dan permasalahan si korban mungkin akan selesai. Pihak keluarga yang ditinggalkan mungkin cuma akan direpotkan walau cuma sebatas biaya pemakaman saja.

Namun untuk kasus tertentu masalahnya mungkin tidaklah sesederhana itu. Untuk kasus bunuh diri seperti Jisin Jiko misalnya, yaitu menabrakkan diri ke kereta api, kasusnya akan menjadi sangat panjang dan berat terlebih lagi kalau dilakukan di jalur kerata yang padat.

Yang jelas selama beberapa jam pergerakan kereta di jalur tersebut akan berhenti, ratusan ribu atau bahkan jutaan penumpang akan terlantar atau dialihkan ke jalur lain. Situasi ini belum berhenti sampai disitu. Keluarga korban juga diharuskan membayar sejumlah uang denda untuk biaya bersih bersih dan konspensasi keterlambatan kereta.

Bayangkan, Ini namanya, cara bunuh diri bukan untuk mengakhiri masalah namun menambah masalah. Namun walaupun begitu setiap tahun kasus seperti ini selalu saja berulang.

Demikian juga untuk kasus lain seperti terjebak hutang pituang. Walaupun pelakunya sudah meninggal, hutang tidak akan lunas dengan sendirinya. Pihak keluargalah yang harus menanggungnya.


Bunuh diri dan asuransi 

Kebanyakan dari pelaku bunuh diri adalah pria dan alasan terbesarnya adalah karena masalah kehilangan pekerjaan. Hal yang menyedihkan dan terasa berat tentu saja saat seseorang harus berada dalam kondisi tanpa pekerjaan, terlebih lagi bagi seorang yang telah menikah.

Tanggung jawab dan harga diri sebagai seorang kepala keluarga jatuh dan sebagai ungkapan rasa malu karena merasa gagal melindungi keluarga tidak jarang para pria tersebut melakukan bunuh diri.

Karena di negara jaminan asuransi juga mencakup bunuh diri. Jumlah yang dibayar tidak tangung tanggung, sangat besar apalagi kalau dirupiahkan. Mungkinkah faktor ini yang menyebabkan banyaknya kasus bunuh diri di negara tersebut ? Bisa iya namun bisa juga tidak. Namun sepertinya dalam situasi normal tidak akan ada orang yang berniat mati demi uang.


Yakuza tidak mengenal kata bunuh diri

Kasus bunuh diri umumnya dilakukan oleh golongan ksatria pada jaman dulu dan masyarakat biasa pada masa sekarang.

Golongan preman, pelaku kriminal , golongan semacam Yakuza atau sejenisnya hampir tidak mengenal tradisi bunuh diri semacam ini. Ungkapan rasa tanggung jawab karena gagal dalam tugas untuk golongan ini tidaklah sampai berakhir dengan kematian atau membunuh diri sendiri tapi cukup dengan cara potong jari yang dalam bahasa yakuza disebut dengan Yubisume.

Ritual ini hanya dilakukan untuk tingkat kesalahan yang fatal dan umumnya jari yang dipotong dipilih yang paling kecil yaitu jari kelingking. Hal ini tentu saja merupakan suatu kasus ataupun fenomena unik yang sepertinya berlaku di negara mana saja.

Seorang rekan saya pernah mengatakan "Jadi orang itu jangan terlalu baik ataupun perasa, nanti bisa cepat mati". Kalau menunjuk pada kasus yang ada, sepertinya pendapat rekan saya itu ada benarnya juga. Jadi besar ataupun kecilnya kasus bunuh diri yang terjadi di negara lain sama sekali tidak bisa dipakai sebagai kesimpulan akhir tentang kondisi moral negara yang bersangkutan karena bisa jadi adalah sebaliknya. Namun kalau dikaitkan dengan masalah mental, ya saya cendrung menyetujuinya.


BUNUH DIRI DAN AGAMA

Kenapa kasus bunuh diri di negara Jepang sangat tinggi ?

Apa penyebabnya ?

Bagiamana dengan agama ?

Ini mungkin merupakan pertanyaan paling menarik. Tentu saja tidak bisa dipungkiri agama memberikan andil besar untuk meminimalkan kasus kasus bunuh diri.

Agama mengajarkan keseimbangan antara jasmani dan rohani, keduniawian dan dunia fana. Namun untuk kasus di negara Jepang atau di negara maju sepertinya ada sedikit hal yang perlu digaris bawahi.

Untuk kasus tertentu seperti hilangnya semangat hidup, masalah cinta ataupun kekosongan jiwa mungkin agama adalah salah satu jalan terbaik. Namun untuk kasus lain seperti hilangnya pekerjaan, bangkrut atau terjebak hutang piutang, agama sama sekali dianggap tidak bisa membantu.

Masalah hutang dan pekerjaan dianggap tidak akan hilang atau lunas hanya dengan sembahyang. Hidup di kota besar tanpa pekerjaan dan penghasilan, dikejar berbagai tagihan asuransi, sewa kamar dan pajak tentu bukanlah hal yang mudah dan cepat atau lembar mereka akan terlempar hidup dijalan sebagai gelandangan.

Parahnya lagi budaya bantu saudara, pinjam uang atau minta tumpangan tidur sangat tidak umum dilakukan oleh orang Jepang. Hal inilah yang sering memicu seseorang untuk menarik diri dari kehidupan yaitu dengan melakukan bunuh diri.

Bagi kebanyakan orang Jepang, bekerja adalah ibarat agama bagi mereka. Dengan bekerja maka hidup memiliki arti dan makna. Jadi di saat mereka kehilangan pekerjaan maka harga diri dan kebanggaan akan lenyap.

Itulah sebabnya kasus bunuh diri terbesar disebabkan oleh karena kehilangan pekerjaan. Dalam kondisi dan situasi normal, sepertinya tidak ada seorangpun yang berpikiran untuk melakukan tindakan konyol ini, namun dalam kondisi tertekan, stress dan bingung atau bahkan marah segala tindakan yang tidak masuk akalpun sepertinya adalah mungkin.


BUNUH DIRI DI INDONESIA 

Kasus bunuh diri di Jepang dan sering menjadi sorotan dari banyak orang namun kita sering lupa bahwa sebenarnya kasus bunuh diri ini juga cukup banyak terjadi di Indonesia.

Kasus ini seakan lepas dari sorotan mungkin salah satunya karena tidak adanya informasi yang transparan tentang hal ini. 16.000 orang pertahun ?

 Menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, A Prayitno menyebutkan, berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50.000 kasus bunuh diri di Indonesia.

Jadi kalau di rata ratakan adalah sekitar 16.600 an kasus pertahun atau 7,41 orang per 100.000 penduduk. Masih lebih rendah dari kasus di Jepang yaitu 24 orang per 100.000 penduduk. Sedangkan angka rata rata kasus bunuh diri di dunia (kalau tidak salah) adalah 14.5 orang per 100.000 penduduk. Jumlah yang tentu saja kecil kalau dibandingkan dengan kasus di negara Jepang.

Namun perlu dicatat bahwa jumlah ini belum termasuk korban yang meninggal akibat overdosis obat terlarang dan sejenisnya. Jadi kalau semua angka digabungkan maka jumlahnya akan menjadi fantastis.

Sedikit membingungkan juga, kenapa data ini justru harus dikutip dari WHO ?
Sepertinya kebanyakan kasus yang terjadi di Indonesia cendurng "ditutupi", baik oleh pihak keluarga maupun pihak lain. Hal yang wajar tentu saja, keluarga mana yang bangga kalau saudaranya meninggal karena bunuh diri.

Hal inilah menyebabkan sulitnya mendapatkan data yang akurat. Satu satunya daerah yang bisa memberikan data paling lengkap adalah Bali dan Jakarta, yang mencatat sebagai berikut.

  • Untuk daerah Bali pada periode Januari hingga 22 September 2005 yang mencapai 115 kasus bunuh diri, sedikit lebih rendah dari angka tahun sebelumnya (2004) yaitu tercatat 121. Dari rentang umur tercatat 82 pria (71%) dan perempuan 33 orang (29%). Sedangkan pelaku bunuh diri dari kelompok anak-anak usia 7 s/d 15 tahun tercatat ada 8 orang, usia lanjut juga 8 orang. 
  • Sedangkan untuk daerah Jakarta sepanjang 1995 s/d 2004 mencapai 5,8 orang per 100.000 penduduk. Kalau diasumsikan penduduk Jakarta adalah 7,72 juta jiwa (data tahun 2000 menurut sumber BPS DKI ) maka akan didapat angka sekitar 563 orang pertahun, Masih untuk kasus di Jakarta, mayoritas pelaku adalah kaum pria. Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun dan 256 sisanya overdosis. 
  • Sumber dari site Menkokesra ( www.menkokesra.co.id ) mencatat data lain sebagai berikut : "Berdasarkan data forensik FKUI/RSCM 1995-2004 terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri dan 348 perempuan, jadi perbandingannya adalah sekitar 68% pria dan 32% wanita. Dari jumlah tersebut, 41% melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri, dengan menggunakan insektisida 23% dan overdosis mencapai 356 orang . . . . . " 

Bagaimana dengan daerah lain ?

Nyaris tidak terdengar namun tentu saja bukan berarti tidak ada. Kalau seandainya berdasarkan data di atas yaitu 16.600 an kasus bunuh diri di Indonesia pertahun, kita kurangi dengan kasus yang ada di Bali dan Jakarta, serta dibagi 31 propinsi (minus Bali dan Jakarta), maka akan didapat angka sekitar 500 orang pertahun untuk setiap provinsi.
Tentu bukan merupakan angka yang bisa dibilang kecil.


Bom Bunuh Diri 

Kasus bunuh diri bisa jadi jumlahnya kecil di Indonesia, namun untuk kasus bunuh diri dengan menggunakan bahan peledak atau dengan kata lain juga berarti membunuh orang lain, kasusnya relatif tinggi di negara kita.

Kasus ini sepertinya cukup menghawatirkan karena bunuh diri cara ini akan memakan korban orang lain yang nyaris tidak ada sangkut pautnya dengan si pelaku.



Penutup, Kesimpulan dan Opini 


Masalah Mental 

Bunuh diri seperti halnya dengan korupsi, adalah merupakan masalah sosial yang tidak sederhana dan bisa terjadi di negara mana saja tidak hanya sebatas di negara jepang saja tapi juga (tanpa kita sadari) juga terjadi di Indonesia.

Disamping karena alasan mental, masalah lain seperti lingkungan, keluarga, kelompok, masyarakat dan juga budaya ikut mempengaruhi.


Seleksi Alam

Bunuh diri adalah ibarat seleksi alam. Ditengah persaingan hidup yang sangat ketat seperti di negara Jepang, seakan hanya memberikan 2 pilihan saja dalam hidup yaitu MENANG atau MATI. Tapi kehidupan terus berjalan maju dan seakan hanya menyisakan yang TERBAIK, sedangkan mereka yang "Lemah" dan menganggap diri tidak berguna terpaksa harus menyisihkan diri atau tahu diri.

Beruntunglah, kehidupan di negara kita tidaklah sekeras dan segila kehidupan di Jepang. Kondisi alam kita juga sangat bersahabat hangat sepanjang tahun sehingga sama sekali tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tidak ada rasa cemas harus mati kedinginan di musim salju dan juga tidak ada yang namanya hantu pajak yang selalu menuntut harus dibayar. Jadi dengan kondisi seperti ini budaya aneh semacam ini tampaknya tidak akan mungkin menular ke negeri kita.


Agama sebagai salah satu solusi dan pemicu

Tentang agama, sepertinya sangat jelas yaitu merupakan salah satu solusi mengurangi kasus bunuh diri. Namun disisi lain harus diakui juga bahwa agama juga bisa memicu seseorang melakukan bunuh diri, contoh salah satunya adalah kasus bom bunuh diri seperti yang cukup sering terjadi di sejumlah tempat.


Referensi dan sumber
keranjangkecil.jp