Seperti yang kita ketahui dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang kita terima pada waktu masih duduk di bangku SD, mata uang negara Jepang adalah Yen, simbol ¥ bisa juga JPY.
Dalam bahasa Jepang ditulis 円 (en), tetapi bila ditulis dalam romaji menjadi yen bukan en, karena di akhir jaman keshogunan Tokugawa, aksara katakana エ (e) dibaca sebagai "ye". Oleh sebab itu pada jaman tersebut, kota Edo ditulis sebagai "Yedo", dan Ebisu ditulis sebagai "Yebisu".
Aksara kanji yang digunakan 円 (en) ini mempunyai arti lingkaran.
Ada beberapa penjelasan mengenai penggunaan aksara ini, salah satunya adalah tradisi orang Jepang yang melambangkan uang dengan lingkaran yang dibentuk dari jari telunjuk dan ibu jari. Penjelasan lainnya mengatakan uang logam berbentuk bundar, sehingga aksara kanji untuk lingkaran digunakan untuk menyebut uang.
Pecahan terkecil yang dimiliki adalah 1 yen, dan pecahan terbesar adalah 10.000 yen (sekitar 1 juta rupiah). Pecahan terkecil yang dapat ditukarkan di Money Changer adalah pecahan 1000 yen dan berbahan kertas. Sedangkan pecahan yang lebih kecil berbentuk koin dianggap tidak lebih dari uang sen (recehan) yang umumnya tidak bisa ditukarkan.
Sedangkan di Jepang sendiri, nominal terkecil yang bisa dibuat belanja mungkin adalah koin 100 yen (sekitar Rp. 10 ribu). Dibawah harga itu nyaris tidak ada barang yang bisa dibeli (bukan berarti tidak ada sama sekali lho). Tetapi bukan berarti pecahan terkecil 1 yen itu tidak ada artinya sama sekali, karena harga barang tidak selalu genap. Biasanya ada pajak, service dan lain-lain. Misalnya harga permen 100 yen, plus pajak jadi 105 yen. Jadi di saat inilah pecahan kecil menjadi sangat penting. Kalau kita berbelanja di Jepang, kita akan selalu mendapatkan kembalian dalam jumlah yang lengkap sampai pecahan terkecil yaitu 1 yen. Jadi kembalian berupa permen dan sejenisnya itu tidak dikenal dalam budaya mereka. Transaksi sekecil apapun walau dibayar dengan pecahan besar, wajib dilayani. Pihak pedagang yang tidak bisa menyediakan kembalian uang kecil akan dianggap tidak serius dalam berbisnis, dan tidak sopan bila menolak uang pecahan besar apalagi menyuruh pembeli untuk menggunakan pecahan lain yang lebih kecil. Di Jepang pembeli adalah raja.
Pentingnya fungsi uang recehan ini akan sangat terasa, bila saat menggunakan kereta api, vending machine serta bus kota. Bus kota mungkin adalah yang terpenting atau bahkan bisa jadi berakibat fatal bila melupakannya. Walaupun di setiap bus selalu tersedia mesin penukaran uang, tapi pecahan tertinggi yang bisa diterima adalah 1000 yen, sedangkan sopir bus sama sekali tidak melayani tukar menukar uang selain lewat mesin yang telah disediakan.
Uang logam Yen tampak depan dan belakang |
1000 yen Tampak depan gambar Hideo Noguchi, seorang peneliti bakteriologis Tampak belakang adalah gambar gunung Fuji |
2000 yen (pecahan ini jarang ditemukan di transaksi sehari-hari) Tampak depan gambar Shureimon Gate, pintu gerbang di Okinawa Tampak belakang ilustrasi dari lukisan Genji Monogatari |
5000 yen Tampak depan gambar tokoh Ichiyo Higuchi, seorang novelist wanita Tampak belakang gambar bunga Iris |
10000 yen Tampak depan gambar tokoh Yukichi Fukuzawa, seorang tokoh pendidikan Tampak belakang gambar patung Byodoin Phonix yang terdapat di kuil Kyoto. |
Uang Yen bagi tuna netra pun mudah dikenali |
Sedangkan untuk uang logam lebih mudah lagi karena masing-masing memiliki ukuran, berat, warna dan juga bentuk yang berbeda.
Nilai mata uang yen hampir selalu stabil dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari harga tiket kereta yang selama 15 tahun terakhir tidak berubah sama sekali.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Yen
http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/uang-yen.html