Dalam Undang-Undang Standar Tenaga Kerja, pada prinsipnya, jam kerja yang ditentukan untuk satu hari ditetapkan selama delapan jam atau kurang, di luar waktu istirahat, dengan jam kerja yang ditentukan untuk satu minggu adalah 40 jam atau kurang, di luar waktu istirahat.
Jika para pekerja diminta bekerja melebihi jam kerja (kerja lembur) yang ditetapkan dalam Undang- Undang Standar Tenaga Kerja (jam kerja resmi), pengguna harus membuat perjanjian buruh- manajemen dengan orang yang mewakili mayoritas para pekerja di tempat kerja tersebut (Jika ada serikat pekerja yang mengorganisir mayoritas pekerja, serikat pekerja tersebut), mengenai alasan jam kerja lembur, jenis operasi, dan jumlah waktu yang bisa diperpanjang, dll., dan mengajukannya ke Kepala Kantor Pengawas Standar Tenaga Kerja dalam wilayah hukum setempat.
Jika para pekerja diminta ikut serta dalam kerja lembur melebihi jam kerja resmi, pengguna harus membayar upah tambahan paling sedikit 25% lebih tinggi dari jumlah upah normal, jika ikut serta dalam kerja malam hari (pukul 22:00 sampai 5:00), walaupun bukan kerja lembur, pengguna harus membayar upah tambahan paling sedikit 25% lebih tinggi.
Dengan demikian, jika waktu lembur kerja diperpanjang hingga larut malam, maka perusahaan harus membayar jumlah jam tersebut dengan premi 25% untuk kerja larut malam selain premi 25% pada kompensasi tenaga kerja reguler, dengan rasio premi minimal 50% secara total.
Selain itu, jika organisasi pelaksana pelatihan kerja merupakan perusahaan besar, maka untuk lembur resmi yang lebih dari 60 jam per bulan, rasio premi lembur menjadi 50%.
Perusahaan harus menerapkan peraturan pemberian waktu istirahat kerja biasa minimal selama 45 menit jika shift kerja lebih dari 6 jam, dan pemberian waktu istirahat kerja minimal selama satu jam jika shift kerja lebih dari 8 jam.
Upah tidak dibayarkan untuk waktu istirahat.